Penulis: Rakha Rizqulhaq
Kematian Yang
Tidak Pernah Datang Kepadaku
Volume 1 – Kehidupan Yang Baru
Prologue
Tanggal XX Bulan XX Tahun XXXX
“Kita berhasil profesor. Hasil
pemeriksaan pada subjek 51 menunjukkan data yang sesuai.”
“Bawa dia ke tempat ruang
isolasi, kita dapat memulai proyek selanjutnya.”
“Baik profesor.”
Aku dibawa oleh orang-orang yang
berpakaian serba putih dengan masker di wajah mereka ke suatu ruangan. Mereka
meninggalkanku sendirian di sini. Ruangan ini sangat dingin. Hanya bermodal pakaian
kain putih yang tipis, aku tidak sanggup untuk menahan hawa dingin ini. Di sekeliling
ruangan hanya ada dinding putih dan satu pintu yang digunakan mereka untuk
membawaku masuk.
Waktu sudah lama berlalu sejak
aku di bawa ke ruangan ini.
Lapar….Aku merasa sangat lapar.
Aku pergi ke pintu itu dan mengetuknya, berharap mereka mau memberiku makan.
Berkali-kali aku memanggil mereka, tetapi tidak ada satupun yang menjawab.
Akhirnya aku berbaring di lantai dan berusaha tertidur agar aku dapat
menghilangkan perasaan lapar ini.
Ketika aku terbangun, rasa sakit
terasa di seluruh tubuhku. Badanku sangat lemas. Aku bahkan sulit untuk berdiri
sehingga aku hanya sanggup duduk dengan bersender di dinding. Mungkin ini
karena aku belum makan sama sekali sejak aku dibawa masuk ke ruangan ini.
Kupikir waktu sudah berlalu
seminggu. Seorang pria berpakai putih memakai topeng menyeramkan memasuki
ruanganku. Aku senang, ternyata mereka tidak melupakanku. Pria itu membawa meja
aneh yang cukup besar. Apakah dia akan mengajak teman-temannya lainnya juga untuk
makan bersamaku. Aku merasa bahagia. Aku pikir ini merupakan hadiah buatku
karena menuruti mereka dan menjadi anak yang baik.
Ada apa ini.
Pria itu mengangkatku ke atas
meja. Dan setelah itu muncul pengekang dari meja itu yang mengekang leher,
perut, pergelangan kedua tangan dan kakiku. Kemudian dia menggerakkan sebuah
tuas dan tiba-tiba saja meja tempatku berbaring mengeluarkan suara mesin.
Sepertinya ini bukan meja biasa. Pria itu kemudian menjauh dari tempatku
berbaring.
Seketika cairan merah bertebaran
di hadapanku. Melihatnya bagaikan pesta air mancur dengan nuansa merah.
“Aaaaaaa” mulutku spontan mengeluarkan
suara itu.
Sakit…..
Rasa sakit yang belum pernah
kualami. Lingkaran gergaji muncul dari meja itu dan memotong tangan dan kakiku.
Setiap urat otot di tangan dan kakiku menjerit kesakitan. Hal itu membuat perutku
mual dan memuntahkan darah. Darah berceceran di lantai. Air mata yang biasanya
keluar dari mata kini berubah menjadi darah. Seluruh tubuhku bergetar merasakan
rasa sakit yang tiada tara. Ruangan yang tadinya berwarna putih, kini diwarnai
dengan warna merah.
“Tolong”
Aku meminta tolong pada pria itu
agar menghentikannya, namun dia hanya diam saja. Pria itu hanya melihatku dari
kejauhan.
Setelah memastikan tangan dan
kakiku telah terpotong, pria itu mematikan mesin pada meja tempatku berbaring. Tangan
dan kakiku mati rasa, apakah mereka benar-benar sudah terlepas dariku. Yang ada
dalam pikiranku hanyalah rasa sakit. Kemudian pria itu meletakkan tangan dan
kakiku pada wadah yang telah ia siapkan dan dia pergi keluar ruangan sambil
membawanya.
Setelah beberapa waktu, rasa
sakit itu hilang. Yang aku rasakan sekarang hanyalah gatal di tempat tangan dan
kakiku terpotong. Aku terkejut melihat tangan dan kakiku yang mulai tumbuh
kembali. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja sampai tangan dan kakiku
kembali utuh.
Tiba-tiba pria itu masuk kembali
keruanganku lagi dan mulai memotong tangan dan kakiku kembali. Berulang kali.
Setiap harinya tangan dan kakiku
diambil. Ada tiga orang yang bertugas memotongku dan mereka saling bergantian setiap
harinya.
Pertama yaitu pria dengan topeng
menyeramkan yang pertama kali aku temui. Dia tidak pernah berbicara satu patah
kata pun kepadaku. Sepertinya dia tipe pendiam.
Kedua yaitu wanita berkacamata
dengan masker di wajahnya. Dia selalu memberikan obat aneh sebelum memotongku.
Atas berkat obat itu, aku tidak merasakan rasa sakit sama sekali ketika
dipotong. Aku pernah bertanya kepadanya, kenapa dia melakukan pekerjaan ini.
Dia menjawab untuk kebutuhan hidup anak-anaknya. Aku tidak tau kenapa orang
baik sepertinya sampai mau melakukan pekerjaan seperti ini.
Ketiga yaitu orang yang paling
aku takuti. Tidak seperti yang lainnya, ia tidak menggunakan meja yang biasanya
untuk memotongku. Tapi hanya dengan menggunakan pisau. Dia memotongku
perlahan-lahan dan menikmatinya. Aku hanya berharap mati ketika bertemu
dengannya.
Hari ini adalah waktunya wanita
berkacamata yang bertugas. Seperti biasa, dia memberikan obat aneh penghilang
rasa sakit itu. Hari demi hari membuat kewarasanku hilang sedikit demi sedikit
akibat penyiksaan ini. Sebelum aku hilang kewarasan, aku memberanikan diri
untuk bertanya kepadanya.
“Boleh aku tau kenapa tangan dan
kakiku terus diambil?”
“Maaf aku tidak diizinkan
memberitahumu tentang itu”
Aku harus menggunakan cara lain
dalam bertanya kepadanya. Mungkin mereka dilarang untuk membocorkan rahasia
itu.
“Aku tau kamu orang baik….h…hanya
kali ini saja, tolong beritahu aku kenapa mereka melakukan ini padaku.”
Aku kembali menanyakan ini kepadanya.
“….”
Tapi dia tetap tidak mau
menjawabnya.
“Apakah aku berbuat salah kepada
mereka sehingga aku harus mengalami penyiksaan seperti ini setiap harinya?”
“….”
Tidak ada satu jawabanpun yang keluar
darinya. Kukira aku hanya akan menerima nasibku disini hanya sebagai kelinci
percobaan mereka. Kemudian dia berhenti sesaat dan pandangannya menatap kearahku.
“Tempat ini merupakan bagian dari
divisi militer pengembangan manusia”
Tak kusangka dia akan berbicara
kepadaku. Aku ingat pernah mendengar profesor itu mengatakan jika ia telah
berhasil setelah melihat perkembanganku. Jadi di sini memang tempat mereka
melakukan percobaan pada manusia.
“Kerajaan ini tengah di ambang kehancuran
akibat perperangan yang terus menerus, sehingga kami membutuhkan pasukan yang
tidak bisa mati. Setelah menemukan bahwa proyek ini berhasil, tubuhmu setiap
harinya akan diberikan kepada prajurit untuk dimakan agar mereka dapat
memperoleh kemampuan abadimu.”
Jadi tubuhku ini dijadikan sebagai
bahan makanan mereka. Miris sekali. Apakah mereka sampai segitunya sampai ingin
memiliki kemampuan seperti ini.
“Ada satu hal lagi yang perlu kau
tahu. Untuk dapat mengembangkan kemampuan ini diperlukan karakteristik tubuh tertentu.
Namun kami tidak dapat menemukan seorang pun yang memiliki hal tersebut.
Aku mengingat hanya ada 100 orang
yang bersamaku dalam melewati percobaan ini. Apakah kami benar-benar langka, dan
juga hanya beberapa saja yang berhasil dalam proyek ini.
“Jadi kami melakukan ritual
pemanggilan untuk memanggil manusia dari dunia lain.”
Aku terkejut mendengarnya.
“Tunggu apa maksudmu dunia lain?”
Aku sangat penasaran
terhadap pernyataan dia itu, namun rasa penasaranku hilang ketika ruangan ini mulai
bergetar. Getarannya seperti tempat ini sedang di landa gempa bumi. Setelah itu
suara peringatan berbunyi dan lampu berkelap-kelip warna merah. Terdengar suara
teriakan dari luar ruangan, seperti bencana akan datang ke tempat ini. Asap
mulai masuk melalui celah pintu yang menandakan telah terjadi kebakaran di luar
ruangan.
Apakah aku akan mati jika tubuhku
tidak ada yang tersisa, pikirku. Yah ini tidak begitu buruk dibandingkan dengan
penyiksaan yang telah kulalui.
Tangan dan kakiku seketika dilepaskan
dari pengekang oleh wanita itu. Apa yang merasuki wanita ini sehingga mau
melepaskanku.
“Ini mungkin merupakan ganjaran
atas dosa yang telah kami perbuat. Maafkan aku.”
Setelah dia mengatakan itu, dia
pergi meninggalkan ruangan. Aku juga harus keluar ruangan, setidaknya aku ingin
mengetahui apa yang sedang terjadi disini.
Panas ruangan disini membuat
kulitku serasanmelepuh dan asap yang membuatku sedikit merasakan sesak nafas.
“Penyihir agung, lariiiii ada
penyihir agung.”
Aku mendengar teriakan orang-orang
yang menyebut penyihir agung. Setelah berjalan belok di pertigaan lorong, aku
melihat pria tua dengan pakaian sihir berwarna hitam. Dia mengarahkan tongkat
sihirnya kearahku dan menembakkan bola api dari tongkatnya. Aku berusaha
menghindarinya, namun bagian kiri tubuhku hancur tak bersisa akibat serangannya.
Akupun pergi dengan menyeret anggota
tubuhku yang masih tersisa untuk menjauh darinya.
Tiba-tiba kepala ku mulai sakit.
Mataku pun berkunang-kunang. Terlintas ingatan yang seharusnya sudah kulupakan
mulai kembali.
Ingatan itu dimulai dengan suasana
sekolah yang sangat nostalgia bagiku.
“Lihat, Wil babu kita sudah
kembali masuk sekolah.”
Siapa itu. Aku melihat 4 orang
berdiri di hadapanku.
“Wil jangan lupa beliin kami
semua nasi uduk dan jangan lupa siang nanti datang ke gudang belakang sekolah.”
“Tanganku juga sudah gemetar bos,
aku ingin melihat hasil latihan karateku kemarin.”
“Kau baru latihan sehari saja
sudah belagu ton.”
“Ngapain latihan karate, aku aja
bisa ngabisin pentolan SMA XX pake skillku sendiri.”
Mereka saling beradu mulut.
“Kalau kau sampai tidak datang Wil,
aku akan menyentuh Nia. Dia tidak akan lagi bisa menikmati masa mudanya di sekolah.”
Ucap sesorang yang memiliki tubuh
besar. Sepertinya dia pemimpinnya.
Ingatan apa ini. Siapa itu Nia.
Kemudian ingatan itu berlanjut di gudang sekolah. Aku dipukuli habis-habisan
oleh mereka. Apakah ini ingatanku ketika aku masih hidup di dunia lamaku.
“Wil”
Seseorang memanggilku setelah 4
orang yang memukuliku itu telah pergi. Dia datang kepadaku dengan berlari.
“Willl”
Aku melihat seorang wanita
berwajah manis, sorot mata yang tajam, dengan rambut hitam bergaya pony tail di
hadapanku yang kini sedang melihat kondisiku yang sangat memalukan.
“Apa yang kamu lakukan disini? Seharusnya
kamu melaporkan ini pada guru. Kamu membiarkan mereka melakukan ini lagi.”
Dia membawaku ke UKS dan mulai
mengobati luka-lukaku. Di ruangan itu hanya ada kami berdua.
“Aduuuh”
“Dasar Wil, kamu ini aneh banget.”
Cahaya yang bersinar dari jendela
UKS, membuat aura kecantikan dia bertambah di hadapanku. Selagi dia mengobatiku,
aku mengucapkan sesuatu kepadanya.
“Sepertinya aku suka sama kamu Nia.”
“Apaaa?”
Wajahnya memerah setelah aku mengatakan
itu.
“Ah maaf tiba-tiba saja aku mengatakan
itu, seharusnya tidak boleh karena kita sahabat hahaha.”
Mungkin diriku berusaha untuk
menguburkan niatnya karena hal ini jika gagal dapat membuat canggung hubungan
persahabatan kedepannya.
“Aku juga.”
“Eh.”
“Apa kamu bilang?”
“Wil bodoh.” Nia mengatakannya
dengan nada marah
“Lah.”
“Aku bilang aku juga suka sama
kamu.”
Setelah itu kami berdua terdiam
sesaat. Hanya terdengar kicauan burung dari luar yang mengisi keheningan sesaat
ini.
“J… ja…jadi kalau g..gitu kita
hari ini resmi sebagai pasangan kekasih.”
Nia menundukkan kepalanya dan
mengangguk sedikit. Sepertinya dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah
dari hadapanku tapi aku masih bisa melihatnya. Ingatanku berlanjut pada keesokan
harinya di sekolah.
“Heei gaes, aku umumkan kali ini
kalau aku dan Nia sekarang sudah pacaran.”
Kupikir ingatanku ini aneh, kenapa
aku bisa seberani itu di depan kelas mengucapkan hal semacam itu? Aku mengerti
diriku kalau aku termasuk orang yang pemalu. Namun aku baru sadar, karena yang
berbicara itu bukan aku, tapi…
“Selamat Jon.”
“Jangan lupa makan-makan Jon,
hahaha.”
“Weh boleh juga bisa dapet Nia.”
Apa ini? Kenapa hal itu bisa
terjadi? Bukannya kemarin diriku yang menyatakan perasaan kepada Nia.
“Sini Nia pegang tanganku. Lihat
kami berdua sangat cocok bukan teman-teman.”
“Sombong amat kau Jon.”
Aku mengingatnya. Jon, dia adalah
pemimpin dari 4 orang kemarin yang memukulku di gudang. Kini dia tengah
bergandengan tangan dengan Nia.
Aku bertatapan langsung dengan Nia,
mencoba meminta penjelasan darinya. Tetapi ketika Nia menyadarinya, dia
mengalihkan pandangannya kearah lain. Kenapa Nia berbohong kepadaku? Kukira kita
saling menyukai. Kenapa Nia meninggalkanku?
Apa ini? Perasaan apa ini? Dadaku
sakit…sesak…perasaan terkhianati terus memeluk erat ke arahku. Kemudian, aku
tersadar dari mimpi itu dan menyadari bahwa air mataku telah menetes.
“Sungguh ingatan yang buruk”
Sepertinya selama mengingat itu,
tubuhku pulih kembali. Aku terus berusaha mencari jalan keluar namun bangunan
di sekitarku mulai bergetar kembali.
Tiba-tiba atap dan dinding
bangunan disekitarku runtuh. Tubuhku terjebak dibawahnya, tak bisa bergerak. Hanya
tersisa kepala dan tangan kiriku. Sepertinya bagian tubuhku yang lain sudah
hancur di timpa puing-puing bangunan.
Aku hanya bisa menunggu sampai bangunan
ini benar-benar hancur. Rasa sakit pada tubuhku sudah tidak lagi kuhiraukan bila
dibandingkan dengan rasa sakit yang selama ini telah kualami.
Aku hanya ingin seseorang
disampingku saat ini.
Aku ingin sesorang yang tidak
meninggalkanku.
Aku tidak mau merasakan kesepian.
Tolong, seseorang tolong aku.
Hanya satu kalimat yang tersisa
di benakku saat ini.
“Selamatkan aku.”
“..”
“…”
“…tes..”
“…tes…..tes….”
“Halo apa ada orang yang
mendengarku.”
Sepertinya aku mendengar suara seseorang.
Tapi aku tidak tau dia ada dimana.
“Apakah bola kristal ini berfungsi?”
Suaranya seperti suara wanita. Aku
melihat sekelilingku, namun tidak ada satu orang pun. Yang ada hanya puing-puing
bangunan yang terbakar.
“Tolong”
Aku mengucapkannya lagi ke orang
itu dengan suara yang lebih keras.
“Selamatkan aku.”
Aku melihat sebuah bola kristal didepanku.
Sepertinya suara itu berasal darinya. Aku berusaha meraihnya, namun tak bisa.
“Apa ada seseorang?”
Suara itu keluar lagi dari bola
kristal itu.
“A….aku disin….nii.” Dengan suara
ku yang terengah-engah, aku mengucapkan itu, berharap dia dapat mendengarnya.
“Kristal ini sepertinya rusak,
lebih baik aku pergi ke tempat lain saja.”
Apa dia mau pergi. Tidak. Aku
tidak ingin seseorang meninggalkanku lagi. Dia tidak boleh pergi.
Kupaksakan diriku untuk keluar dari
reruntuhan ini dengan tangan kiriku. Kutarik tubuhku agar dapat menjangkau bola
kristal itu. Daging pada tubuhku terasa meronta-ronta kesakitan. Setiap detik
nya bagaikan sayatan pisau yang terus menerus menyayat tubuhku. Tidak peduli
rasa sesakit apa itu, aku berusaha menyentuh kristal itu.
“Tolong aku” Aku mengatakannya
lagi ke arah bola kristal itu.
Dengan segenap kekuatanku yang
tersisa, akhirnya aku bisa melepaskan diri dari reruntuhan itu.
“Aku disini” Ucap aku sembari
menyeret tubuhku yang penuh darah. Darah yang terus mengalir keluar dari tubuhku
membuat jalan yang kulalui bersimbah darah.
“Sepertinya aku mendengar sesuatu.”
Bola kristal itu pun berhasil
kusentuh dengan tangan kiriku.
“Aku disiniiii, tolong selamatkanku,
tolong jangan pergi.”
Aku kehabisan tenaga, namun
kupaksakan agar kata-kataku dapat sampai kepadanya.
“Kumohon.”
“Kumohon jangan pergi.”
“Aku takut sendirian.”
Setelah melalui penyiksaan yang
begitu berat di tempat ini. Aku hanya ingin seseorang dapat menolongku.
Aku hanya ingin seseorang yang
dapat berbicara kepadaku.
Aku tidak ingin merasakan rasa
sakit itu lagi.
Aku tidak ingin melihat cahaya
yang hanya terang sesaat namun kemudian ia redup.
Cukup seorang saja.
Cukup seorang yang tidak pernah
meninggalkanku.
Cukup seorang yang akan bilang
kepadaku bahwa aku tidak akan sendirian lagi.
“Tolong aku.”
Aku memeluk erat bola kristal itu,
berharap kata-kataku dapat terdengar olehnya.
Apakah dia telah pergi…
Apakah dia tidak suka padaku…
Kenapa orang-orang selalu pergi
meninggalkanku…
Kulihat bola kristal itu lagi
Berharap dia menjawabku
Aku mohon kali ini saja jangan
tinggalkan aku
Tapi tidak ada satu pun jawaban
sampai…
“Aku disini bersamamu.”
Tanpa kusadari, hal itu mengubah perjalanan
hidupku di dunia ini.
1 Komentar
Tunggu chapter berikutnya ya :D
BalasHapus